Gelaran tertinggi turnamen Mobile Legends: Bang-Bang bertajuk M World Championship edisi keenam telah usai diselenggarakan pada Minggu (15/12/2024), di mana FNATIC ONIC PH keluar sebagai juara M6 World Championship.
Tim yang menjuarai MPL PH S14 tersebut berhasil mengalahkan juara MPL ID S14 yaitu Team Liquid ID dengan skor meyakinkan 4-1. FNATIC ONIC PH lebih dulu mengamankan skor 2-0 di pertandingan final.
Bukan tanpa perlawanan, Team Liquid ID sempat mencuri poin di game ketiga. Sayangnya Liquid belum bisa mengambil alih momentum dari FNATIC ONIC PH. Alhasil Filipina kembali lagi menjadi juara M World Championship setelah langsung mengamankan 2 game selanjutnya.
Lagi-lagi komunitas Mobile Legends Indonesia harus merasakan kecewa karena tidak bisa membawa pulang piala M Series.
Alasan Indonesia Belum Juara M6 World Championship
Terakhir Indonesia berhasil juara di turnamen tertinggi Mobile Legends tersebut saat tahun 2019, dimana EVOS Legends berhasil mengalahkan RRQ Hoshi dengan skor ketat 4-3.
Lalu apa sih yang membuat tim Indonesia tidak kunjung menjuarai M Series lagi? Berbeda dengan MSC, ONIC sudah keluar sebagai juara 2 kali di ajang bergengsi tersebut.
Berikut adalah 10 alasan kenapa Indonesia gagal jadi juara M6 World Championship.
Baca Juga: Cara Bermain Magic: The Gathering, TCG Tertua Di Dunia
10 Masalah yang Dihadapi Tim Indonesia Sehingga Gagal Jadi Juara M6 World Championship
1. Masalah Draft Jadi Utama
Seperti yang kita tahu bahwa fase drafting sangatlah penting, mengingat apa hero yang kita pakai akan menentukan strategi apa yang digunakan.
Karenanya, drafting mempunyai peranan sangat penting kalau ingin merebut gelar juara M6 World Championship.
Tim Indonesia terkadang masih mengalami masalah drafting karena hero pool. Sebut saja Sekys jungler SRG yang menyarankan pemain RRQ, Sutsujin untuk memperluas hero pool miliknya sehingga ada banyak strategi yang bisa digunakan kedepannya.
2. Respect Ban
Masalah respect ban sepertinya masih menjadi faktor penting dari para pelatih Indonesia. Memang kita harus berhati-hati dalam memilih hero untuk di-ban dan tidak sesumbar ingin “melakukan counter” jika memang masih bisa untuk dihilangkan hero tersebut.
Contoh RRQ melepas Hayabusa sehingga Sekys akhirnya memainkan hero tersebut untuk memulangkan tim berjuluk raja dari segala raja.
Lalu Team Liquid juga melepas Beatrix untuk Kelra, yang mana kita tahu sang pemain merupakan salah satu hero signature miliknya.
3. Adaptasi yang Lambat
Pelatih RRQ Hoshi mengakui bahwa dirinya dan tim tergolong lambat untuk beradaptasi, seharusnya ini tidak boleh terjadi apalagi saat memperebutkan juara M6 World Championship.
Ketika sudah memasuki panggung tersebut, mereka harus bisa melepas semua strategi yang digunakan untuk MPL ID, karena liga franchise Mobile Legends Indonesia tersebut pastinya menjadi salah satu yang ditonton oleh tim-tim dari luar Indonesia untuk mempelajari strategi mereka.
Oleh karena itu, para pelatih dari tim perwakilan Indonesia harus membentuk strategi baru dan siap untuk adaptasi di in game, karena musuh juga pasti akan melakukan hal serupa.
4. Terlalu Banyak Live Streaming
Live streaming sepertinya masih hal yang harus diperhatikan terutama bagi para pro player MPL Indonesia. Kita tahu bahwa ketika MPL ID S14 usai, banyak pro player dari tim RRQ maupun tim Liquid melakukan live streaming.
Hal ini juga terjadi di edisi-edisi sebelumnya, mengingat monetize dari hasil live streaming sangat menggoda pro player, sehingga sangat sayang dilewatkan.
Tapi masalahnya adalah ada banyak “mata-mata” yang sering memperhatikan para pemain Indonesia, melihat hero power, bagaimana kebiasaan dia bermain, apa kelemahannya, dan masih banyak lagi sehingga hal ini bisa jadi ancaman ketika di turnamen.
5. Mentalitas
Pasti kalian sudah tidak asing dengan alasan “pemain rookie” jadi wajar harus adaptasi lebih untuk di panggung internasional.
Mentalitas ini yang seharusnya tidak boleh ada dalam pemikiran pemain Indonesia walaupun menjalani debut di M World Championship.
Kita tahu bahwa banyak pemain dari RRQ dan Team Liquid yang juga melakoni debut di MPL ID S14 dan langsung bertanding memperebutkan gelar juara M6 World Championship.
Tapi para pemain juga harus bisa mengontrol agar “demam panggung” mereka tidak terlalu berakibat buruk dan membuat performa mereka menurun.
Memang tidak mudah, oleh karena itu menjadi profesional dalam bidangnya juga tidak semua bisa. Pro player dituntut mempunyai mental kuat di panggung mana pun.
6. Berhenti Fokus ke Beberapa Regional Saja
Pola pikir yang harus diubah adalah hanya fokus ke tim-tim Filipina, Malaysia, atau secara luas hanya tim-tim di Asia Tenggara saja.
Memang harus diakui bahwa tim-tim SEA masih menjadi unggulan di turnamen-turnamen internasional seperti MSC dan M World Championship.
Tapi pemikiran seperti ini harus segera dihapuskan, jika tidak akan muncul pikiran untuk meremehkan tim lain di luar regional SEA.
Salah satu contoh konkritnya adalah Team Spirit (Deus Vult ketika M5) konsisten masuk top 4 di 2 ajang M World Championship.
Tim dari regional lain pun sudah semakin berkembang sehingga, tidak selayaknya berpikir untuk meremehkan tim lain selain regional SEA.
7. Terlalu Fokus Skill Individu
Masih ingat dengan momen Favian mengatakan ingin melakukan solo kill K1ngkong? Yup pada akhirnya Team Liquid ID tidak bisa berbuat banyak ketika melawan FNATIC ONIC PH baik itu di final upper bracket ataupun grand final M6.
Di saat tim Filipina sudah fokus bagaimana caranya team work dan memantapkan makro, pemain-pemain Indonesia masih sibuk ingin show off skill individu miliknya, padahal ada yang lebih penting daripada pencapaian individu, yaitu pencapaian tim.
Pada akhirnya Favian juga mengatakan sudah tidak ingin melakukan solo kill K1ngkong, akan tetapi fokus untuk objektif. Sayangnya pemikiran ini datang terlambat.
8. Belum Mematangkan Makro Tim
Jika kita berbicara makro individu, maka pro player pastinya mempunyai kemampuan ini di atas rata-rata publik lain. Tapi jika kita berbicara makro tim, maka hal itu pasti beda lagi.
Apa yang dimaksud makro tim? Bisa dikatakan keselarasan pergerakan individu-individu yang menciptakan sebuah harmoni atau kombo untuk mengalahkan lawan-lawannya.
Misal ketika gold laner posisi kalah, maka tim harus bertindak untuk memberikan waktu dengan cara 4 vs 5.
Tapi sebisa mungkin jika ada war hanya melakukan trade kill sehingga perbedaan gold tidak menjadi lebih besar.
Kalau dalam sepak bola, ada istilahnya “lari tanpa bola” untuk menarik lawan sehingga membuka ruang yang bisa dimanfaatkan rekan tim.
Hal ini juga bisa dilakukan di Mobile Legends, di mana rekan tim bisa memancing pergerakan lawan sehingga rekan tim lain bisa melakukan serangan dari arah yang tidak diduga.
9. Tuntutan Komunitas Mobile Legends Indonesia
Faktor yang satu ini sepertinya bisa diperdebatkan, mengingat Indonesia sudah lama tidak menjadi juara M World Championship.
Tuntutan atau ekspektasi komunitas esports terhadap perwakilan Indonesia untuk menjadi juara M6 World Championship sangat besar.
Tidak jarang yang seharusnya menjadi dukungan malah menjadi hinaan, cacian, sehingga membuat para pemain menjadi ter-pressure. Contohnya ketika RRQ kalah, banyak hinaan dan cacian kepada para pemain dan pelatih.
Seperti apa yang dialami oleh midlaner RRQ Rinz, dia banyak mendapatkan hujatan usai banyak melakukan kesalahan kala melawan SRG di lower bracket.
10. Terlalu Fokus Entertainment
Bukannya tidak boleh menyuguhkan entertainment yang menghibur para penggemar, akan tetapi seharusnya itu bukan menjadi bagian yang difokuskan melainkan hanya selingan.
Coba bandingkan dengan tim-tim Filipina atau Malaysia ketika di turnamen internasional, mereka tidak akan “trash talk” atau “taunting” jika tidak ada yang memancing. Ini yang bisa dicontoh juga oleh para pemain Indonesia untuk ke depannya.
Kalau menurut kalian, apa yang membuat tim Indonesia selalu kesusahan di turnamen M Series, sehingga tidak bisa menjadi juara M6 World Championship?