Drama Cosplayer Narsis

372
source: .sigstick

Lelah dengan drama cosplayer narsis? Bingung kenapa kebanyakan cosplayer bisa mendadak narsis? Bagaimana cara agar terhindar dari narsisme?

Sebenarnya tidak semua cosplayer narsis, tapi ada alasan kenapa kebanyakan orang ketika terjun ke dunia cosplay bisa jadi mendadak narsis.

Komunitas Yang Semakin Besar

Semakin hari pop culture baik dari sisi barat maupun timur semakin ramai diisi berbagai fandom. Semakin besarnya komunitas pop culture, tentu semakin bervariatif juga orang yang ada di dalamnya. Salah satunya adalah cosplayer di dalam fandom itu sendiri.

Ada peribahasa yang berkata kalau semakin tinggi pohon, semakin kuat angin yang menerjang. Begitu pula dengan komunitas.

Beragam orang yang masuk akan membuat konflik yang terjadi semakin beragam pula. Tapi kenapa di komunitas cosplay, konflik yang terjadi tidak pernah jauh-jauh dari masalah orang narsis buat drama?

Tentu karena cosplay identik dengan body image atau penilaian subjektif seseorang tentang fisik dirinya ataupun orang lain. Tidak bisa dipungkiri, cosplay adalah berdandan menjadi suatu karakter. Berdandan tentu berhubungan dengan penampilan fisik.

drama cosplayer narsis
source: unsplash

Orang yang cosplay cenderung mencari afirmasi positif akan fisiknya melalui medium cosplay. Entah itu berusaha menjadi karakter kesukaannya, mencoba desain baju dari karakter yang menarik, atau memang suka berdandan dan menjadi model saja.

Banyak alasan orang untuk memulai cosplay dan semuanya valid. Namun, menjadikan afirmasi penampilan sebagai landasan hobi tentu akan menjadi masalah. Apakah masih didapatkan kesenangan dari hobi itu atau sebenarnya hanya sekadar mengais perhatian saja?

Cosplay dan Perhatian

Banyak riset kontroversial yang mengaitkan cosplay dengan masalah-masalah sosial. Mulai dari ketidakmampuan bersosialisasi akibat obsesi berlebihan dengan suatu karakter yang di-cosplay-kan, sampai masalah emosi dan kepribadian yang mengarahkan seseorang pada cosplay sebagai output paling dekat dengan kebutuhannya.

Ya, mencari perhatian.

Sebenarnya lumrah bagi manusia manapun untuk mencari perhatian. Tidak ada yang salah dari itu. Kita semua tentu ingin diperhatikan seminimalnya oleh orang terkasih dan orang-orang yang kita anggap penting.

Jadi masalah adalah kalau ingin diperhatikan oleh seluruh dunia sebagai pusatnya, tanpa memerhatikan kebutuhan dan keberadaan orang lain. Apa lagi sampai melakukan berbagai cara untuk mendapatkan panggung utama tersebut.

source: unsplash

Cosplay juga sejatinya adalah hobi yang berharap perhatian. Tentu saja, seorang cosplayer ingin diakui kalau ia sedang dandan menjadi karakter kesukaannya.

Tapi ada batas wajar dari mencari perhatian ini. Tidak semuanya tentang dirinya sendiri, melainkan karakter, komunitas fandom, dan proses dari menjadi karakter itu sendiri.

Sayangnya banyak orang yang menganggap cosplay hanyalah batu pijakan untuk mencapai panggung utama dan melupakan esensi hobi itu sendiri: untuk bersenang-senang bersama komunitas yang sama-sama menyukai karakternya.

Narsisme Dalam Drama Cosplayer

Selain dari masalah persepsi fisik seseorang, cosplay juga bisa menimbulkan kecenderungan untuk narsis berdasarkan kesempurnaan karakter yang dibawakan. 

Sebuah karakter fiksi yang didambakan biasanya memiliki sifat-sifat cenderung sempurna yang disukai. Hal ini bisa saja diproyeksikan ke diri sendiri hingga kehilangan identitas asli dari cosplayer itu.

Misalnya, karena sedang berdandan sebagai karakter populer, seseorang mungkin saja memproyeksikan dirinya sendiri sebagai orang yang populer juga.

Alih-alih mendalami karakter, ia bisa kehilangan image dirinya sendiri karena mendambakan kesempurnaan karakter yang diperankan.

Belum lagi dengan tambahan input angka dari media sosial yang tidak menolong ilusi kesempurnaan para cosplayer.

Banyak dari mereka kehilangan dirinya sendiri dan merasa harus selalu berada di balik karakter serta editing foto yang menutupi identitas aslinya secara tidak sehat (bukan karena alasan anonimitas).

Keinginan menjadi sempurna ini, bisa bersinggungan dengan narsisme yaitu kecintaan akan diri sendiri yang berlebihan dan wajib dikagumi oleh semua orang. Harus disukai oleh semua orang.

Terdengar seperti people pleaser? Meski tujuan akhirnya sama: disukai semua orang, seorang narsis tidak akan bertindak mengikuti kemauan orang lain demi afirmasi seperti seorang people pleaser. Justru sebaliknya, orang lain yang harus mengikuti kemauan dia bagaimanapun caranya.

Seorang cosplayer yang narsis, akan menggunakan segala cara untuk tampil di panggung utama. Mulai dari menjatuhkan sesama cosplayer, sampai bisa jadi menjatuhkan dirinya sendiri melalui drama-drama yang dibuatnya.

Ya, perhatian dari drama juga akan membuat seorang narsis puas karena mendapatkan panggung.

Publikasi Buruk Juga Tetap Publikasi

Bagi seseorang yang mengutamakan perhatian sebagai “makanan utamanya,” publikasi buruk yang memberikan persepsi negatif juga merupakan sumber asupan yang menyenangkan. Baik atau buruk, selama menyuapi kehausannya atas perhatian.

Sejujurnya, satu-satunya hal yang dapat menghentikan seorang narsis adalah (1) menyadari kesalahan tingkah lakunya dan berusaha untuk berubah, diiringi (2) publik yang berhenti menyuapi perhatian tidak sehat dari perilakunya.

Sekadar memberikan komentar, share, atau reaksi apapun padanya akan menghasilkan kesenangan. Jika ingin menghentikan seorang narsis, secara mudah adalah dengan tidak memberikan engagement atau perhatian apapun untuknya.

Tapi kadang sulit bagi kita untuk tidak reaktif terhadap sesuatu yang sedang viral bukan?

Cara Menghindari Perilaku Narsistik

Terkadang kita sebagai manusia juga lebih khawatir dengan diri sendiri; “Bagaimana kalau aku sampai menjadi narsis seperti itu?” Ada kok cara-cara agar terhindar dari perilaku tidak sehat seperti itu.

source: unsplash

Pertama, tentu menyadari kalau kita bukan pusat dunia. Ada banyak manusia lain yang pantas mendapatkan perhatian dan kasih sayang sama besarnya dengan kita. Semua mahkluk sama pantasnya untuk mendapatkan cinta kasih.

Menyadari ketika memposisikan diri sebagai pusat dunia itu sudah satu langkah lebih jauh dari narsisme. Karena menyadari ada yang salah, adalah awal dari suatu proses menuju kebenaran.

Kedua, menerima kalau tidak ada yang sempurna di dunia ini. Sebuah kenyataan sulit dan pahit. Penulis, kamu, idolamu, dan semua orang di dunia tidak ada yang sempurna.

Kalau sudah bisa menerima kenyataan tentang ketidak sempurnaan, biasanya penerimaan diri juga datang dengan sendirinya.

Penerimaan diri inilah yang paling penting. Karena narsisme pada dasarnya adalah upaya untuk mengejar kesempurnaan diri dengan cara dan tujuan akhir yang tidak sehat.

Apabila sudah menerima diri sebagai mahkluk yang tidak sempurna, biasanya seseorang jauh dari sifat narsisme.

Meski kadang ada juga yang meromantisasi kekurangannya untuk meninggi, bukan berarti mengakui dan menerima kekurangan lantas menjadi sifat merendah untuk meninggi.

Kekurangan ada untuk diakui dan diperbaiki. Bukan berarti pula kita sebagai manusia harus terus menerus menelan kekurangan itu terus menerus. Ada banyak cara untuk menjadikan kekurangan itu menjadi sesuatu yang lebih baik.

Seperti seorang cosplayer yang menutupi bekas jerawatnya dengan concealer, seorang cosplayer yang pendek juga akan mencari karakter-karakter kesukaannya yang pendek untuk ditiru dengan akurat.

Sebuah kekurangan bisa jadi kelebihan bila dimanfaatkan dengan baik dan sehat. Bukannya menjadi pembenaran dan romantisasi sebagai sesuatu yang membuat diri lebih tinggi dari yang lain.

Jangan berikan panggung pada sesuatu yang salah. Mulai dari diri sendiri, hingga orang lain. Sebagai anggota komunitas pegiat pop culture yang baik, sudah saatnya kita mengutamakan konten dan orang-orang sehat dengan dampak positif dari pada drama narsistik lagi.

Mari menjaga komunitas tetap menyenangkan dan sehat untuk semua.