Terdapat dua sisi tak terpisahkan dari industri gaming yang makin masif berkembang: keasyikan dan tantangan.
Game bisa membawa kita ke dalam petualangan yang mendebarkan dan mempererat komunitas, namun sayangnya perilaku toxic dapat merusak pengalaman tersebut.
Dari pelecehan verbal hingga intimidasi, toxicity tidak bisa dianggap sepele. Perilaku ini dapat merusak hubungan antar pemain dan bahkan membuat pemain mundur dari dunia yang dicintainya.
Anti-toxicity di industri gaming semestinya lebih dari sekadar slogan, melainkan upaya untuk menghadirkan perubahan nyata yang harus diterima oleh semua pelaku di dalamnya.
Jadi, bagaimana industri gaming mengatasi tantangan ini? Mari kita eksplor lebih dalam tentang langkah-langkah yang diambil untuk menciptakan pengalaman bermain yang lebih positif dan inklusif.
Mengapa Anti-Toxicity di Industri Gaming Diperlukan?
Perilaku toxic dalam game mencakup pelecehan verbal, komentar ofensif, ancaman, hingga perusakan strategi tim.
Fenomena ini sering kali berdampak buruk, baik bagi pemain pemula maupun veteran, karena mengurangi kenyamanan bermain.
Di beberapa negara, masalah ini menjadi sangat serius hingga mengancam keberlanjutan komunitas game itu sendiri
Anti-toxicity di industri gaming bertujuan untuk menciptakan ruang di mana pemain dapat berkompetisi dan bersenang-senang tanpa mengalami intimidasi atau pelecehan.
Langkah-Langkah Nyata Pengembang dalam Mendukung Anti-Toxicity di Industri Gaming
1. Sistem Pelaporan dan Tindakan Otomatis
Banyak pengembang game telah memperkenalkan sistem pelaporan dan algoritma otomatis untuk mengidentifikasi perilaku toxic secara real-time.
Game seperti League of Legends menggunakan teknologi berbasis AI yang memonitor obrolan teks dan memberikan sanksi otomatis bagi pemain yang melanggar aturan.
Sistem ini memungkinkan pemain melaporkan perilaku toxic dengan cepat, sementara developer memastikan sanksi diterapkan secara adil.
2. Behavior Score dan Matchmaking Berdasarkan Perilaku
Pengembang seperti Valve menerapkan behavior score di dalam game seperti Dota 2, yang memantau dan memberikan skor perilaku pada pemain.
Pemain dengan skor rendah akan dipasangkan dengan pemain lain yang memiliki skor serupa, sementara pemain dengan perilaku positif dipasangkan dengan pemain yang juga memiliki skor baik.
Pendekatan ini terbukti mengurangi tingkat toxicity di beberapa komunitas game kompetitif.
3. Fitur Endorsement dan Penghargaan untuk Pemain Positif
Fitur endorsement memungkinkan pemain untuk mengapresiasi pemain lain yang menunjukkan sikap positif.
Dalam game Overwatch, pemain dapat menerima penghargaan berdasarkan endorsement dari rekan satu tim, yang tidak hanya meningkatkan sportivitas tetapi juga menciptakan atmosfer bermain yang lebih ramah dan saling mendukung.
Langkah ini memang terlihat sederhana namun efektif untuk mengubah dinamika dalam komunitas gaming.
4. Moderasi Voice Chat dan Penggunaan AI
Beberapa pengembang mulai merekam voice chat sebagai bagian dari moderasi untuk mengurangi perilaku verbal yang toxic.
Valorant dan Call of Duty menggunakan teknologi AI yang merekam dan meninjau percakapan suara sehingga perilaku toxic dapat dikurangi secara signifikan.
Pada laporan anti-toxicity Call of Duty, Activision telah berhasil menurunkan tingkat pelanggaran berulang hingga 67% dengan teknologi ini.
5. Kampanye Edukasi dan Kerja Sama dengan Aliansi Anti-Toxicity
Kampanye dan edukasi juga harus semakin digalakkan supaya tingkat kesadaran pemain semakin tinggi.
Riot Games dan Ubisoft, misalnya, bekerja sama dalam inisiatif Zero Harm in Comms guna menciptakan sistem anti-toxicity yang lebih baik.
Selain itu, organisasi seperti Thriving in Games Group (Sebelumnya Fair Play Alliance) berfokus pada edukasi pemain, pengembang, dan pemangku kepentingan lainnya untuk menciptakan industri gaming yang lebih inklusif.
Dampak Positif dan Tantangan Anti-Toxicity di Industri Gaming
Upaya anti-toxicity telah menunjukkan dampak nyata dalam menciptakan lingkungan bermain yang lebih sehat.
Dengan peluncuran sistem moderasi dan teknologi AI, beberapa game seperti Call of Duty telah berhasil menurunkan paparan terhadap komentar toxic hingga 43%.
Selain itu, penghargaan bagi perilaku positif membantu membentuk budaya gaming yang lebih ramah dan sportif.
Meskipun ada kemajuan, masih tetap ada tantangan untuk mewujudkan hal ini. Misalnya, beberapa pemain masih merasa bahwa sistem moderasi terkadang tidak konsisten.
Hal ini bisa dilihat dalam kasus pelaporan yang salah atau algoritma yang keliru mengidentifikasi perilaku toxic.
Selain itu, meskipun teknologi moderasi semakin canggih, tidak semua perilaku toxic mudah diidentifikasi, terutama yang bersifat non-verbal atau tersirat.
Unity menyebutkan bahwa meski langkah-langkah anti-toxicity berhasil mengurangi masalah di beberapa area, industri ini masih membutuhkan pendekatan kolaboratif yang lebih luas untuk menangani isu tersebut secara menyeluruh.
Peran Komunitas dalam Mendukung Anti-Toxicity di Industri Gaming
Di platform seperti Discord dan Facebook, komunitas-komunitas gaming sering kali menetapkan aturan yang ketat untuk mencegah perilaku toxic dan mengedukasi pemain tentang pentingnya sportivitas.
Banyak forum atau grup yang dibuat untuk mendukung pemain baru dan mengatasi toxic behavior dalam game populer seperti PUBG dan Mobile Legends.
Influencer gaming juga memainkan peran penting dalam menanamkan nilai-nilai anti-toxicity kepada pengikutnya.
Dengan streaming yang mengutamakan perilaku positif, mereka dapat memberikan contoh langsung kepada komunitas tentang pentingnya menghormati lawan dan rekan satu tim.
Tantangan Anti-Toxicity di Indonesia
Di Indonesia, langkah anti-toxicity di industri gaming menghadapi tantangan unik. Kurangnya kesadaran tentang pentingnya anti-toxicity sering kali menjadi hambatan.
Selain itu, masih ada pemain yang menganggap perilaku toxic sebagai bagian dari budaya kompetitif. Lelucon yang mengarah pada diskriminasi dan komentar merendahkan sering dianggap wajar.
Contoh paling sering kita temui adalah adanya komentar miring terhadap pemain game dengan kualitas grafis rendah yang sering diejek dengan istilah “burik”.
Namun, komunitas lokal dan beberapa pengembang game berupaya untuk terus mengedukasi pemain dan memperkenalkan fitur-fitur moderasi agar pengalaman bermain lebih positif.
Organisasi seperti Indonesia Esports Association (IESPA) juga mengambil langkah nyata untuk menegakkan anti-toxicity di industri gaming.
Salah satunya dengan menjalin kerja sama dengan dengan Siber Polda Metro Jaya untuk memberantas para pelaku provokator toxic dalam industri esports di Indonesia.
Kerja sama ini memungkinkan siapapun yang melakukan bullying maupun meninggalkan komentar bernada toxic dapat ditindak dan dibawa ke jalur hukum.
Tidak terbatas pada penonton saja, aturan ini juga berlaku bagi pro-player maupun streamer yang menunjukkan perilaku toxic atau merendahkan pemain lain.
Menutup pembahasan ini, perjalanan menuju anti-toxicity di industri gaming tampaknya masih panjang dan menuntut komitmen semua pihak.
Meski demikian, langkah-langkah konkret yang telah diambil menunjukkan bahwa perubahan bukan hanya mungkin, tetapi sudah mulai terjadi.
Yuk, kita normalisasi sportivitas dan sikap saling menghormati untuk menciptakan ekosistem gaming yang lebih sehat!