Belajar dari Esports Tiongkok Selama Covid-19

1387
Belajar dari Ekosistem Esports Tiongkok Selama Covid-19
Credit: Broadcast

Selama beberapa bulan terakhir masa pandemi Covid-19, ekonomi esports global telah jatuh tajam dimana banyak turnamen esports mengalami penundaan yang tidak pasti maupun pembatalan.

Menurut Shanghai Esports Association , Shanghai telah membatalkan lebih dari 500 acara offline esports pada paruh pertama 2020. Kerugian mereka pun diestimasikan mencapai 141 juta dolar Amerika.

Tiongkok adalah yang pertama dalam menghadapi dampak negatif Covid-19. Oleh sebab itu, negara-negara lain haruslah belajar dari pengalaman Tiongkok menghadapai pandemi ini.

Pemerintah Tiongkok memberi dukungan penuh terhadap pengembangan esports

Beijing mendukung esports
Via The Esports Observer

Dengan banyaknya acara musik, film, serta olahraga tradisional yang harus ditunda atau dibatalkan, pemerintah Tiongkok justru jeli melihat potensi yang dapat dicapai industri esports selama pandemi ini.

Padahal di awal Februari kemarin, baru saja diumumkan bahwa Beijing akan menjadi tuan rumah dari rangkaian acara “Esports Beijing 2020” untuk membantu industri esports berkembang. Pemerintah juga akan bermitra dengan Tencent untuk bersama-sama menggelar Honor of Kings Grand Final World Champion Cup.

Biasanya, acara esports seperti ini diumumkan oleh pihak penerbit game atau penyelenggara turnamen, namun hal ini justru diumumkan oleh pemerintah Beijing sendiri dalam sebuah konferensi pers resmi yang difokuskan pada strategi untuk melawan pandemi Covid-19.

Sikap ini adalah sebuah pesan positif dari ibu kota Tiongkok, dimana Shanghai dan Guangzhou juga turut mengumumkan dukungan mereka untuk esports. Shanghai akan mendukung penuh ajang League of Legends World Championship di tahun ini; dan Guangzhou merencanakan “Five 1s” city esports goal.

Dalam ekosistem esports Tiongkok, pemerintah biasanya dianggap sebagai entitas yang tidak terlihat atau satu kasta lebih tinggi dari penerbit game. Namun, dalam hal ini hubungan antara pemerintah dengan industri esports terlihat saling berkolaborasi.

Di sini pemerintah terlihat sebagai pihak berwenang yang memberikan pesan positif untuk mendapatkan kepercayaan. Pemerintah Tiongkok menyadari bahwa esports bisa menjadi “satu-satunya olahraga” sekaligus juga hiburan massal di masa mendatang.

Song Lin, Co-CEO TJ Sports: Kita Harus Membuat Regulasi Baru dan Proposal Teknis untuk LPL Online

Song Lin CoCEO TJ Sports
Co-CEO of TJ Sports. Credit: Shanghai News

Di Tiongkok, League of Legends Pro League (LPL) adalah turnamen esports komersil yang paling berharga, dengan penawaran sponsor bersama brand global seperti KFC, Mercedes-Benz, dan Nike.

Song Lin, kepala dari Riot Games China, dan Co-CEO TJ Sports , menjelaskan kepada Shanghai News tindakan yang diambil untuk menjalankan LPL selama pandemi COVID-19.

“Kami sebenarnya menyadari bahwa Corona virus akan menjadi masalah serius pada awal Februari, dan mencoba menjalankan LPL secara online,” kata Song.

“Kami belum pernah melakukan ini sebelumnya, dan selama dua minggu kami sudah mendiskusikan strategi dengan tim internal teknologi kami, serta tim LPL. Akhirnya, kami membuktikan bahwa strategi ini bisa berhasil.”

Faktanya, sebelum LPL dilanjutkan secara online dan jarak jauh, TJ Sports terlebih dahulu mengumumkan bahwa mereka akan mengadakan streaming kompetisi scrim di channel resmi liga.

Tidak ada penyelenggara turnamen yang memiliki rencana bagus untuk menghadapi pandemi ini. Bila langsung menjalankan LPL secara daring tanpa persiapan yang matang, hal ini sangat beresiko terhadap sejumlah potensi masalah, terutama pada pengaruh nilai sponsor.

Oleh sebab itu, siaran kompetisi scrim tersebut adalah sebuah simulasi menuju turnamen online LPL yang resmi.

LPL Tiongkok
Credit: TJ Sports

Pada akhirnya, salah satu hal yang membedakan antara penyelenggaraan LPL secara online maupun offline adalah tidak adanya tayangan langsung dari kondisi para pemain di layar.

Sesungguhnya ini adalah sebuah tantangan yang sangat sulit, terutama di jaringan bandwidth internet yang berpotensi menghambat keseluruhan acara.

Di ruang esports yang sangat kompetitif, sedikit hambatan jaringan saja sudah bisa mempengaruhi performa pemain.  Selain itu, kurangnya siaran langsung dan juga pengawasan wasit di tempat dapat menimbulkan masalah ketidakadilan. Hal-hal tersebut adalah sebuah standar dasar untuk setiap pertandingan olahraga dan juga esports.

TJ Sports juga menanggapi tantangan ini dengan serius. “Dikarenakan banyak tim LPL yang tidak berdomisili di Shanghai, kami perlu mengirim wasit kami ke kota tim,” kata Song.

“Pengutusan itu juga perlu diselesaikan sebelum 14 hari, karena kita semua harus mengikuti kebijakan karantina 14 hari di Tiongkok.”

Pada akhirnya, masih ada resiko kesehatan dan keselamatan dalam mengirim wasit. Dalam hal ini, TJ Sports menempatkan kesehatan dan keselamatan sebagai prioritas utama, dan tidak ada yang terinfeksi COVID-19.

Di negara-negara barat, terutama Eropa yang menggelar League of Legends European Championship (LEC), metode yang dilakukan TJ Sports akan lebih sulit dilakukan dalam mengirim wasit ke berbagai negara.

Biasanya negara anggota Uni Eropa bisa menikmati perjalanan tanpa paspor, namun, selama pandemi ini hampir semua perbatasan telah ditutup.

Setelah LPL secara resmi memulai kembali tayangannya di 9 Maret 2020, TJ Sports juga memperbaharui peraturan baru dan hukuman yang dijatuhkan untuk pelanggaran match-fixing.

Sebelumnya TJ Sports mendenda tim LPL Rogue Warriors sebesar 420 ribu dolar Amerika karena mantan pemainnya Wang “Weiyan” Xiang yang terlibat dalam pelanggaran match-fixing. Wang juga diberi larangan global yang menyebabkannya tidak bisa mengikuti kompetisi selama 24 bulan.

League of Legends World Championship Shanghai akan menjadi salah satu turnamen esports terbesar pada tahun 2020, dan bisa dibilang yang terbesar dalam sejarah industri ini. Song mengklaim bahwa TJ Sports masih sedang mempersiapkannya.

Berbicara tentang bagaimana pandemi ini akan mempengaruhi LPL dalam jangka panjang, sebagian besar media percaya bahwa esports akan sepenuhnya menuju online untuk waktu yang lama.

Namun, Song memiliki pendapat yang berbeda. Ia percaya bahwa acara-acara seperti LPL akan kembali ke permainan offline untuk bisa menghasilkan pendapatan melalui hal-hal seperti penjualan tiket, penjualan barang di tempat, dan hal-hal lain yang terkait dengan keterlibatan penggemar secara langsung di stadion esports.

Dibandingkan dengan olahraga tradisional atau industri hiburan lainnya, esports memiliki keuntungan untuk menempatkan dirinya di internet dan terus berjalan.

Akan tetapi, sesungguhnya ekosistem esports juga masih muda dan rapuh. Posisi penyelenggara turnamen sangatlah rentan untuk dieliminasi demi memangkas pengeluaran pihak pengembang langsung.


(Artikel ini pertama kali dipublikasikan dalam bahasa Inggris. Isi di dalamnya telah dimodifikasi oleh penulis sesuai dengan standar editorial Esportsnesia; Disunting oleh Satya Kevino; Sumber: The Esports Observer)

banner iklan esportsnesia