Isu pelecehan dan diskriminasi dalam esports pernah menjadi headline dari banyak berita internasional tahun lalu. Sebut saja New York Times yang menarik perhatian pada tuduhan pelecehan yang dibagikan di Twitter dan platform lain pada bulan Juni oleh lebih dari 70 individu komunitas esports.
Dewasa ini, semakin banyak berita pengungkapan tentang kejadian diskriminasi berbasis gender, seksual, atau rasial oleh pihak pengembang game, penyelenggara turnamen, pemilik tim dan manajer, pelatih, casters, streamer, hingga atlet esports itu sendiri. Semakin banyak kasus yang dilaporkan dan terbukti benar adanya.
Bagaimana Menindak Pelecehan dan Diskriminasi dalam Esports?
Berbeda dengan isu Gamergate pada tahun 2014, sekarang telah banyak pengakuan di permukaan yang menunjukkan bahwa diperlukannya suatu tindakan untuk menciptakan ekosistem yang lebih kondusif.
Pengadilan kini bersedia untuk membebankan tanggung jawab tidak hanya pada pekerja biasa, tetapi juga pada mereka yang mengendalikan lingkungan kerja yang tidak baik atau mereka yang mengetahui terjadinya suatu “kejahatan”, namun gagal untuk mengungkapkan dan mengatasinya.
Pertanyaannya adalah tindakan apa yang harus diambil? Semua yang terlibat dalam industri ini harus dilindungi dengan baik dari segala jenis pelecehan.
Ini termasuk tindakan pelecehan yang terang-terangan (eksplisit), bersama dengan pelecehan yang lebih halus, seperti bias yang tidak disadari atau agresi mikro (microaggression). Hanya dengan menjadi lebih inklusif, komunitas esports dapat berkembang sesuai potensinya.
Manisha Sheth, Diane Cafferata, dan Molly Stephens dari Firma Hukum Quinn Emanuel menulis untuk Esports Observer dan memberikan beberapa langkah proaktif dan kuat yang dapat diambil oleh para pelaku industri untuk menciptakan komunitas yang lebih inklusif sambil meminimalkan risiko hukum mereka.
Upaya Pencegahan Diskriminasi dalam Esports #1: Kode Etik
Semua yang terlibat dan berpartisipasi dalam industri ini, termasuk penyelenggara turnamen, pengembang yang menyelenggarakan turnamen, liga, tim, dan administrator forum online harus melembagakan dan mematuhi kode etik yang dirancang secara bermakna dan tersedia untuk umum.
Dengan adanya kode etik, ini akan menghadirkan dampak positif bagi organisasi yang tidak memiliki kebijakan tertulis. Dengan demikian, secara organik lingkungan yang lebih aman dan inklusif bisa terwujud.
Kode etik harus secara jelas dan objektif mengidentifikasi jenis pelanggaran yang tidak akan ditoleransi, dan harus menetapkan sanksi khusus yang tersedia untuk pelanggaran.
Dengan demikian, kode etik akan menghalangi calon pelaku dan memfasilitasi pelaporan dengan membawa kesadaran kepada masyarakat luas tentang apa yang tergolong pelecehan atau perilaku yang tidak diinginkan lainnya.
Kode etik yang dipatuhi dengan baik juga memungkinkan organisasi untuk menegakkan standarnya dengan cara yang dapat diprediksi dan seimbang. Selain menetapkan berbagai hukuman untuk setiap jenis pelanggaran, kode tersebut akan memasukkan prosedur untuk menegakkan aturan sambil mematuhi persyaratan proses hukum.
Sementara kode etik juga harus menegaskan dukungan organisasi untuk korban dan saksi pelecehan, itu harus memastikan bahwa siapapun yang dituduh melakukan pelecehan, harus diperlakukan dengan adil dan bermartabat dan diberi kesempatan yang adil untuk menanggapi setiap tuduhan terhadap mereka.
Kode etik juga memfasilitasi keadilan dengan memastikan bahwa para penyintas, saksi, terdakwa, dan organisasi itu sendiri secara sistematis mengumpulkan dan menyimpan semua bukti yang relevan dengan dugaan pelanggaran tersebut.
Orang-orang yang terlibat dalam insiden tersebut harus siap untuk mengambil langkah segera dan efektif untuk mempertahankan bukti komunikasi apapun yang terkait dengan kasus itu.
Mereka yang menyelidiki insiden atas nama entitas harus menyadari tugas mereka untuk mengumpulkan dan meninjau semua bukti, untuk membuat catatan kontemporer kesaksian saksi, dan untuk mengeluarkan bantuan awal, bila perlu, sambil menunggu penyelidikan lebih lanjut.
Upaya Pencegahan Diskriminasi dalam Esports #2: Mekanisme Pelaporan
Tindakan pelecehan dan pelanggaran terkait harus dilaporkan kepada bagian human resources atau organization’s council sehingga mereka dapat melakukan penyelidikan. Untuk mendorong terjadinya pelaporan tersebut, organisasi harus membuat dan mempublikasikan hotline telepon dan internet yang tersedia selama 24/7.
Mereka juga harus mengingatkan para penyintas, dan juga para saksi, bahwa organisasi mendorong pelaporan insiden-insiden tersebut dan bahwa tidak seorang pun akan dikenakan pembalasan/ risiko karena telah melaporkan apa yang mereka alami atau saksikan.
Selain itu, organisasi yang serius menangani dan mencegah pelecehan harus mempublikasikan—baik secara internal maupun kepada mereka yang berpartisipasi dalam aktivitas yang mereka selenggarakan atau sponsori— informasi untuk melaporkan tindakan pelanggaran.
Ini termasuk informasi kontak untuk lembaga pemerintah. Ada juga aplikasi pelaporan yang memungkinkan pelaporan terenkripsi, anonim, dan segera atas tindakan pelecehan dan serangan seksual, dan merujuk korban ke pengacara yang dapat memberikan saran. Akhirnya, terdakwa, penuduh, dan semua saksi harus diberitahu bahwa mereka mungkin ingin berkonsultasi dengan penasihat hukum mereka sendiri.
Upaya Pencegahan Diskriminasi dalam Esports #3: Budaya Kesopan-santunan
Menciptakan budaya toleransi dan akuntabilitas dalam suatu organisasi dapat dikembangkan dengan berbagai cara.
Pertama, awareness training yang diamanatkan oleh banyak peraturan yang sudah diatur negara. Hal ini memungkinkan setiap orang dalam suatu organisasi untuk mendapatkan pemahaman yang sama sehubungan dengan perilaku apa yang pantas dan tidak pantas.
Pelatihan kesadaran membantu individu mengenali dan menghindari tindakan yang mungkin tampak tidak bersalah bagi pelaku, tetapi dapat menyakiti orang lain. Program awareness training juga bisa dilakukan baik organisasi, pemerintah maupun pihak ketiga.
Kedua, menetapkan kode etik, menyiapkan mekanisme pelaporan yang kuat, dan menciptakan dan mematuhi proses yang adil di mana klaim pelecehan dapat diselidiki dan ditangani dengan benar, juga membantu menetapkan harapan yang jelas tentang posisi organisasi terhadap kasus pelecehan. Selain itu secara konsisten mematuhi norma-norma yang ditetapkan oleh organisasi.
Ketiga “walking the walk” atau diterapkan secara menyeluruh dan konsisten. Aspek kunci dari memiliki proses penegakan yang adil adalah memastikan bahwa itu diterapkan secara konsisten di seluruh organisasi, termasuk hierarki ke atas dan ke bawah. Para eksekutif tidak boleh diperlakukan secara khusus dari orang lain.
Terakhir, dari hari ke hari, organisasi harus terus memperkuat dan bertindak secara konsisten dengan kebijakannya untuk menyambut pelaporan oleh para penyintas, mendorong intervensi dan pelaporan pengamat, dan secara bijaksana menangani perilaku yang tidak diinginkan kapanpun itu terjadi.
Sebagai contoh, jika ada suatu kejadian yang mengindikasikan rasisme dalam suatu permainan, namun hanya berakhir dengan dianggap sebagai “heated gaming moment” dan tidak ditindaklanjutinya; respons yang minim ini cenderung mendorong jenis pelanggaran tersebut untuk terulang karena dianggap bukan suatu masalah.
Sebaliknya, dengan memperhatikan perilaku yang tidak pantas, dan secara tidak memihak menerapkan aturan serta konsekuensi yang ditetapkan oleh organisasi untuk menghadapinya, hal ini menunjukkan kepada masyarakat bahwa ada konsekuensi nyata dari setiap tindakan.