Belakangan ramai sekali rasanya sosial media diisi dengan keributan tentang karakter perempuan dalam game. Mulai dari yang marah-marah karena karakternya jadi kurang sempurna, sampai yang marah-marah (juga) karena karakternya kurang masuk akal.
Memang ada apa dengan para gamer dan kaitannya terhadap representasi karakter perempuan dalam sebuah game? Kenapa orang ribut kalau karakternya kurang cantik?
Saya pernah bertanya pada teman saya, kenapa dia yang laki-laki selalu memilih untuk bermain sebagai karakter perempuan dalam game, dan jawabannya adalah:
“Ya, soalnya sebagai cowok, gue lebih ingin nggeliat cewek cakep/sempurna daripada cowok lagi. Mending main ngelihatin karakter perempuan dalam game lah, daripada ngelihatin laki-laki lagi.”
Waduh, tidak salah. Malah mungkin ada benarnya kebanyakan pemain suka melihat karakter perempuan sebagai objek fantasinya. Melihat karakter yang cantik-cantik sambil bermain, tentu menjadi hal yang sangat menyenangkan.
Di sisi lain, ada juga orang-orang yang kesal dengan representasi karakter perempuan dalam game yang terlalu sempurna. Saya juga pernah bertanya kenapa pada teman-teman yang demikian dan jawabannya adalah:
“Bikin jadi nggak realistis banget. Ngerti sih, ini video game, tapi ekspektasi sampai ke dunia nyata kadang dibawa juga sama gamer kayak gitu. Mereka tuh nggak bisa bedain fantasi dan realita. Kadang malah sampai nggak masuk akal dengan dunia game-nya sama sekali, cuman demi cakep aja gitu.“
Kemudian ucapan tersebut dibuktikan dengan munculnya stereotip “Discord Mod” yang merupakan laki-laki dewasa, seorang gamer, biasanya NEET (Not in Employment, Education, or Training) alias pengangguran, dan punya standar kelewat tinggi dalam mencari e-girl atau gamer girl sebagai pasangan hidup melalui media sosial Discord.
Pokoknya perempuan di dunia nyata itu harus seperti karakter fiksi yang putih, langsing, tinggi, cekatan, cerdas, pintar, rajin menabung, berbakti, dan semua hal yang sempurna layaknya karakter over power.
Waduh, lagi-lagi tidak salah juga. Lalu bagaimana cara menjembatani dua kubu ini?
Ketika gamer diberikan dua pilihan yaitu fantasi atau realita dalam representasi karakter perempuan dalam game, sebenarnya itu kembali pada dirinya sendiri.
Apakah ia seorang gamer dengan profil yang menyukai self-insert yaitu membayangkan dirinya sendiri sebagai karakter yang ia mainkan, atau sebagai seorang gamer yang senang role-play alias bermain peran sebagai karakter lain?
Tipe gamer yang suka self-insert tentu ingin melihat dirinya sendiri berada di dalam dunia video game tersebut. Ia ingin berfantasi, menjalankan hidup yang berbeda dari kesehariannya yang monoton tapi tetap membawa identitasnya sendiri.
Untuk orang-orang seperti ini, kebanyakan menyukai jenis permainan yang memiliki banyak character customization dan terbagi lagi menjadi dua kategori:
Pertama, mereka yang benar-benar ingin melihat dirinya sendiri dalam dunia fantasi semirip mungkin. Kedua, mereka yang ingin menjadi sosok paling sempurna dari dirinya sendiri.
Untuk sosok pertama, biasanya mereka akan memilih untuk membuat karakter dan memilih jalan cerita yang paling sesuai dengan kepribadiannya. Hal ini juga memengaruhi opininya terhadap representasi karakter perempuan dalam game. Biasanya tidak muluk-muluk, yang penting mudah dipercaya kalau seorang perempuan memang interaksinya akan seperti itu.
Ia tergolong karakter audience yang meminta “rasa masuk akal” dari sebuah naratif dalam cerita maupun penampilan karakter yang ada. Jadi ya, karakternya harus realistis dong.
Kalau karakter cantik, mesti jadi karakter yang dipuja oleh karakter sampingan lain. Kalau fisiknya biasa saja, harus ada aspek lain yang membuatnya menarik tapi tetap menjadi karakter yang dianggap kurang cantik.
Di sisi lain, ada jugai orang-orang hobi self-insert yang menginkan kesempurnaan. Mereka ingin menjadi dirinya sendiri, tapi versi jauh lebih baik. Orang-orang seperti ini umumnya ditemui dalam dunia MMORPG (Massively Multiplayer Online Role Playing Game), misalnya dalam Final Fantasy XIV.
Banyak, jika tidak kebanyakan pemain MMORPG membuat karakter dan cerita yang sangat idealis namun tetap self-insert, memiliki identitas dirinya sendiri yang cukup kuat.
Mereka ingin karakter yang ada semuanya terlihat sempurna, sesuai dengan idealnya masing-masing. Beberapa hingga diikuti dengan latar belakang cerita yang ekstensif, nyaris mirip dengan tipe gamer role-play yang suka memainkan karakter lain. Bedanya, karakter ideal ini berdasarkan dirinya sendiri.
Tentu saja, karena mereka suka hal yang ideal, mereka menginkan kesempurnaan dari representasi yang ada juga. Minimal, karakternya harus presentable alias enak dipandang. Jika tidak, harus ada aspek yang menarik perhatian estetik pada umumnya.
Tidak harus melulu realistis, yang penting saat dilihat, dibaca, dan dieksplorasi sebagai seorang karakter perempuan dalam game jadi terasa nyaman karena kesempurnaannya.
Untuk tipe gamer selanjutnya adalah mereka yang senang role-play menjadi karakter yang jauh berbeda dengan dirinya sendiri. Salah satunya seperti bermain peran di GTA yang sedang populer itu. Para pemain peran ini, juga terbagi menjadi dua kategori:
Pertama, mereka yang suka dengan karakter humanis alias wajar dan masuk akal dalam dunia game tersebut. Seperti kelompok yang suka bermain peran sebagai karakter utama dalam Black Myth Wukong. Kapan lagi bisa secara langsung jadi Kera Sakti?
Biasanya gamer seperti ini lebih menyukai video game single player yang sangat immersive dimana ia bisa merasakan masuk ke dalam dunianya seolah-olah ia adalah karakter fiksi yang hidup di dalamnya.
Karena itu, mereka juga menuntut representasi karakter perempuan yang realistis. Mereka ingin melihat sosok yang masuk akal ke dalam latar cerita yang dijalani. Jangan muluk-muluk deh, yang penting masuk akal!
Cantik syukur, tidak juga bisa dimengerti kok. Mirip dengan tipe gamer self-insert yang realistis. Yang penting ya masuk akal secara naratif.
Kedua, ada juga jenis gamer yang suka role-play sebagai karakter aneh-aneh. Nah, ini adalah sosok yang bisa jadi berada dalam dua ujung kubu berbeda. Antara mereka ingin yang bagus-bagus saja, atau mereka ingin yang super nyentrik aneh bin ajaib.
Biasanya mereka suka berimajinasi secara eksperimental. Bermain peran menjadi karakter perempuan cantik supel dan ideal? Bisa. Jadi karakter perempuan yang tipenya mirip karakter sampingan juga ayo saja. Pokoknya yang penting nyentrik!
Dalam pembuatan video game sendiri tentu saja seorang developer game ingin berusaha menjangkau sebanyak mungkin pemain. Namun, tetap saja sebagai sebuah produk, video game harus realistis dalam segi marketing.
Karakter gamer seperti apa yang ingin mereka jadikan target market utama? Komunitas seperti apa yang ingin dicapai? Tidak semua orang bisa dirangkul untuk hal ini.
Game adalah bisnis yang menjual produk. Video game harus memiliki target pasar dan audience gamer yang jelas dan spesifik seperti apa.
Sebagai seorang gamer, ada baiknya juga kita mulai memahami konsep ini. Tidak semua game dibuat untuk semua orang. Tidak semua representasi karakter wanita, maupun pria, dibuat untuk kamu seorang.
Tidak semua hal dibuat mengikuti kesukaanmu. Kalau tidak suka, bisa jadi memang kamu bukan target pasarnya. Meski beberapa produk memang gagal total tanpa ada target pasar yang jelas, kalau tidak suka, saatnya move on.
Jangan memberikan panggung pada hal-hal yang tidak penting.
Kalau tidak suka, tinggalkan. Tentu akan ada keinginan untuk membahasnya dengan teman dan sejawat. Tapi untuk apa bikin viral sesuatu yang tidak jelas dan tidak ada manfaatnya selain bikin timeline media sosialmu berisikan kemarahan?
Kenalilah diri sendiri, dan carilah hiburan yang sesuai. Kurangi marah-marah di media sosial. Perbanyak main game untuk senang-senang dengan mulai mencari tipe game yang sesuai keinginanmu.
Mulailah dari pertanyaan ini: tipe gamer dengan preferensi karakter seperti apakah kamu?