Strategi Esports Team Building dari CEO Adamas Esports

3897
Team-building
Credit: johancruyffinstitute.com

Esports team building – Baik dalam olahraga tradisional mapun dalam dunia esports, team-building merupakan salah satu aspek penting untuk diperhatikan. Bagaimana bisa memenangkan pertandingan jika kita memiliki tim yang tidak kompak dan kuat?

Caleb Cousens, CEO dari Adamas Esports baru-baru ini menyampaikan pendapatnya tentang cara untuk team-building kepada Esports Insider. Caleb menjelaskan dua pandangan yang keduanya ia dapatkan dari Reed Duchscher, salah satu Creator Economics Podcast Host dan pemilik 100 Thieves Matt ‘Nadeshot’ Haag melalui diskusi mereka.

Pada akhir episode podcast antara keduanya, terjadi perdebatan strategi seperti apa yang paling cocok untuk team-building. Percakapan mereka masih berpusat kepada bagaimana tim League of Legends Amerika Utara dapat memenangkan World Championship yang kemudian merambat ke percakapan tentang strategi team-building.

Reed membagikan pendapatnya terhadap strategi yang biasa dilakukan untuk olahraga tradisional. Menurutnya tantangan team-building bisa diselesaikan dengan “deep pockets and aggressive spending,” sedangkan Matt dan tim-nya lebih mengarah ke pendekatan jangka panjang, dengan fokus pada pengembangan kemampuan juga project yang lebih berjangka panjang.

Caleb sendiri menilai sebenarnya kedua strategi tersebut bisa diterapkan dalam esports. Caleb mengatakan bahwa pendekatan yang baik dan jangka panjang kaitannya dengan esports tentu akan berdampak baik pada stabilitas esports.

Berikut adalah 2 strategi esports team building yang Caleb jelaskan.

Team Rogue
Team Rogue. Credit: sporttechie.com

Strategi Esports Team-Building #1: Investasi di top talent

Ini mengikuti pemikiran Reed tentang mengeluarkan sejumlah besar uang untuk merekrut talent terbaik dunia dalam upaya untuk ‘menang’ di kompetisi zaman sekarang.

Caleb mengatakan bahwa dia setuju dengan pendapat Reed mengenai hal ini. Tentu ada alasan di baliknya. Jika mengambil sudut pandang dari tim esports League of Legends Amerika Utara, mereka harus memiliki tim yang sukses di World Championship karena tim pertama yang berhasil akan tercatat dalam sejarah olahraga.

Secara komersial, Amerika Utara sudah menjadi salah satu pasar esports teratas dan dengan pertumbuhan tercepat, dan jika ada satu hal yang disukai penggemar dan brand Amerika Utara, itu adalah pemenangnya, talent-nya. Strategi ini akan bagus diterapkan jika kita bisa mengangkat satu campuran tim pemenang sekaligus Summoner’s Cup-nya.

Namun, yang perlu ditegaskan pasti setiap strategi memiliki risiko, strategi ini salah satunya termasuk ke dalam strategi yang berisiko tinggi. Dampaknya bukan hanya ke satu orang tapi satu organisasi yang dapat menyebabkan restart jika tidak dilakukan dengan benar.

Caleb mengatakan dia telah melihat sejumlah organisasi esports mengeluarkan banyak uang untuk seorangsuperstar, tetapi tidak ada tim esports yang melakukan strategi ini hingga saat ini dan membuktikannya.

Tim League of Legends G2 adalah yang paling dekat dengan Adamas Esports dan sukses besar. Pada tahun 2018, G2 “membajak” Caps, mid-laner terbaik LEC dari Fnatic. Meskipun mereka sudah memiliki Perkz, pemain elit di posisi itu, mereka kemudian memindahkan Perkz ke jalur bawah untuk tetap mempertahankannya.

Jelas strategi ini menguntungkan G2, tetapi tidak setiap organisasi memiliki kapital untuk menempuh rute ini.

MAD Lions win the LEC Spring Split, 2021.
MAD Lions win the LEC Spring Split, 2021. Credit: esportsinsider.com

Strategi Esports Team Building #2: Investasi di Infrastruktur

Beralih ke pendapat dari Matt yang lebih memilih pendekatan jangka panjang dalam team-building. Menurutnya, pendekatan ini lebih baik dilakukan untuk menghindari kesuksesan jangka pendek dan kesempatan untuk kesuksesan yang lebih berkelanjutan ke generasi setelahnya.

Jerman memiliki 2 contoh organisasi esports League of Legends yang berhasil dalam menerapkan pendekatan ini. Pada April 2021 MAD Lions memenangkan LEC Spring Split dengan epic comeback mengalahkan Rogue. Kedua tim ini memiliki lineup yang sangat kuat dengan pendekatan yang sama dengan pendekatan yang membawa mereka ke puncak European League of Legends.

Identifikasi dan Pengembangan Bakat/ Kemampuan

Dalam industri dimana banyak tim yang bersedia menghabiskan jutaan dolar untuk merekrut pemain top, fokus pada bakat muda dan mengembangkan kemampuan pemainnya untuk kemudian menjadisuperstar juga bagus untuk ‘bisnis’ dalam industri ini.

MAD Lions memenangkan Split terakhir dengan rookie jungler di Elyoya dan top laner di Armut yang musim lalu berada di Turkish Championship League (TCL).

Rogue percaya bahwa talent mudanya, Inspired (jungler) adalah salah satu pemain berbakat dan termuda di LEC, ketika ia bergabung dengan Rogue pada tahun 2019.

Ini adalah contoh pendekatan yang berbeda dengan G2 Esports dan Fnatic di mana mereka membangun roster pemain dengan jajaran nama yang lebih berpengalaman.

esports coach
Pelatih membuat tim menjadi lebih baik dengan meningkatkan berbagai kemampuan para pemain.

Konsistensi dalam Proyek

Hal menonjol lainnya ketika melihat kedua tim Eropa ini adalah staf pelatih mereka. Kedua organisasi memiliki pelatih yang mereka yakini, dan memberi mereka waktu yang mereka butuhkan untuk membangun proyek yang sukses.

Simon Payne telah menjadi Head Coach di Rogue sejak 2018 dan James MacCormack telah memimpin MAD secara keseluruhan selama satu setengah tahun di LEC.

Tidak ada yang lebih mahal atau mengganggu organisasi daripada sebuah pergantian, dan menemukan pemimpin yang tepat yang dapat membangun sesuatu yang bertahan lama akan selalu membuahkan hasil yang baik.

Fokus pada Performance

Untuk mengembangkan pemain muda yang berbakat, perlu adanya staf pendukung yang dapat membantu mereka tampil dengan baik serta mampu menghadapi beban yang menyertai kompetisi esports apapun.

Penting untuk diingat bahwa para atlet ini sering kali adalah remaja yang tidak memiliki keterampilan atau dasar yang diperlukan untuk tinggal di team house, bersaing setiap minggu, dan bahkan keinginan untuk menjadi profesional.

Psikolog dan performance coach harus memastikan pemain dapat memahami kinerja mereka dan berkomunikasi dengan rekan satu tim-nya juga memastikan akan selalu ada seseorang untuk diajak bicara saat dibutuhkan.

Memang para pelatih ada untuk membantu mereka bertanding, tetapi yang lebih penting adalah mempelajari keterampilan yang mereka butuhkan untuk sukses dengan tetap menjaga kesehatan mereka sendiri.

Baik MAD Lions dan Rogue memiliki lebih dari satu performance staff. Tidak hanya satu praktisi yang diharapkan ‘bisa segalanya’ seperti menjadi ahli gizi, psikolog dan pelatih kekuatan dan pengkondisian untuk tim, seperti yang sering terjadi di esports.

Kedua tim memiliki tim psikolog dan performance coach untuk memberikan pemain mereka kesempatan terbaik. Tidak hanya untuk tampil baik, tetapi untuk memiliki karir yang panjang dan sukses.

Hal ini tidak hanya jarang terjadi di industri ini, tetapi masih banyak tim yang belum memiliki satu performance practitioner. Ini berarti bahwa holistic health dan performance training sering jatuh di pundak staf pelatih atau manajer tim.

Esports manager team
Profesi esports team manager bukan berarti tidak memiliki tantangan dalam pekerjaannya.

Hal ini merupakan investasi yang signifikan, MAD Lions dan Rogue patut diacungi jempol dalam menilai aspek-aspek mendasar dari kinerja untuk kesejahteraan tim mereka. Pendekatan ini jika disiapkan dari sekarang dengan matang tentu akan membuat organisasi sukses dalam jangka waktu yang panjang.

Kedua jenis strategi di atas, baik itu mengucurkan sejumlah uang untuk membentuk tim super/ pemain top, atau pendekatan yang lebih panjang dengan mengembangkan talenta muda, keduanya dapat digunakan untuk mencapai kesuksesan besar nantinya.

Pasti akan ada perdebatan, pro dan kontra dari dua strategi pendekatan di atas, namun ekosistem esports yang sehat dan berkembang dengan baik membutuhkan dua strategi tersebut.