[Film Esports] Review Free to Play: Kebebasan Meraih Mimpi

1658
review free to play film esports
Free to Play, sebuah film dokumenter panjang tentang perjalanan ketiga pro player DOTA 2/freetoplaythemovie.com.

Review Free to Play – Apa respon orang-orang terdekatmu jika kamu ingin menjadi seorang gamer profesional? Mungkin orang tua atau kakak dan adikmu akan menolaknya karena menganggap mimpimu tidak rasional.

Misalkan begitu, apa yang akan kamu lakukan, berusaha untuk meraih mimpimu atau berhenti? Jika kamu ingin mencari jawabannya, film tentang esports yang berjudul Free to Play ini adalah film yang cocok kamu tonton di tengah-tengah kegelisahanmu.

Free to Play: Kisah Perjuangan untuk Meraih Mimpi

free to play
Still Free to Play/letterboxd.com.

Free to Play merupakan film dokumenter tentang tiga pro player DOTA 2 yang berusaha meraih mimpinya menjadi gamer profesional. Film ini menunjukkan perjuangan mereka tentang berusaha dan dedikasi tinggi terhadap apa yang mereka cita-citakan.

Banyak yang menganggap bahwa bermain gim itu membuang-buang uang. Tetapi dalam film berdurasi 75 menit ini menunjukkan kerja keras tentang pilihan pemain yang melakukan hobinya sekaligus produktif menghasilkan uang.

Free to Play dibuka dengan menampilkan lanskap Jembatan Hohenzollern yang melintang di atas sungai Rhein beserta kota Köln (Cologne), Jerman. Film ini menangkap momen penting di balik The International turnamen pertama pada 2011 yang diadakan di Cologne, Jerman.

The International merupakan acara kompetisi esports terpandang dengan jumlah hadiah yang fantastis sebesar 1,6 juta dolar. Mereka menarik tim terbaik DOTA 2 untuk mengikuti turnamen dan menguji kemampuan mereka.

Lalu, film berpindah pada pengenalan ketiga tokoh Danil “Dendi” Ishutin dari Ukraina, Clinton “Fear” Loomis dari Amerika Serikat, dan Benediktus “HyHy” Lim dari Singapura. Mereka membicarakan mimpi mereka di dunia gim. Mereka ingin menunjukkan kepada orang-orang bahwa pilihan yang mereka pilih tepat.

Pengorbanan yang mereka buat untuk meraih mimpi tidak setengah-setengah. Mereka pun harus menghadapi masalah dari pilihan yang mereka buat. Danil yang kukuh dengan pendiriannya bahwa gim bukan cuma hobi kecil, Clinton yang diusir dari rumah, dan Benediktus tentang hubungannya dengan keluarga.

Kompetisi DOTA 2 tidak mudah dan sederhana seperti yang dibayangkan. Lewat film dokumenter yang dirilis oleh Valve ini, setidaknya penonton akan diberikan sedikit gambaran tentang arena pertandingan para gamers profesional.

Review Free to Play: Menghadapi Rintangan

free to play
Meniti karier menjadi pro player kenamaan penuh dengan tantangan/pcgamer.com.

Gegap gempita arena The International series pertama tidak kalah dari turnamen olahraga konvensional lain. Para pro player yang bertanding layaknya seperti pemain sepak bola yang dipuja bagaikan tokoh idola bagi para fans mereka. Dari situ ketiga pro player menunjukkan kepada orang-orang bahwa mereka mengubah hidup mereka melalui impian mereka.

Berapa banyak hal yang berani mereka korbankan untuk menjadi pro player? Hyhy mengalami rintangan dari keluarganya. Ia tumbuh dan besar di keluarga yang cukup strict, dan menjadi pro player bukanlah pekerjaan yang mudah dimengerti oleh keluarganya.

Ia sendiri tidak pernah mendapatkan rasa bangga dari orang tuanya di setiap langkahnya di pro scene DOTA 2. Bagi mereka, dedikasinya tersebut cuma “main-main” belaka. Ia memilih untuk ikut kompetisi The International dan meninggalkan dunia akademisnya, yang berpengaruh buruk pada kehidupan dan prestasi akademiknya di sekolah.

Meski ia tidak mendapatkan dukungan dari orang tuanya, Hyhy mantap menjadi profesional player dan menorehkan banyak prestasi. Berbeda dengan kedua pro player lain yang memiliki cerita yang berbeda.

Fear juga hampir mengalami hal serupa. Ia hidup dan bermain bersama tim Online Kingdom (OK) yang berbasisi di Eropa, tepatnya di negara Portugal. Ia harus berjuang dengan waktu antara Amerika dan Eropa yang berbeda. Sampai-sampai jadwal tidurnya berantakan karena jadwal kompetisi di luar waktu Amerika Serikat.

Orang tua Fear tidak memberikan toleransi kepada dirinya. Alhasil, ia diusir dari rumah dan diminta untuk menjalani hidup sendiri. Dengan usia Fear yang sudah tak lagi muda, ia harus mengemban tanggung jawab keuangannya sendiri yang membuat kariernya sebagai pro player lebih rumit.

Bagaimana jika gagal?” Ayah Benediktus Lim khawatir tentang masa depan anaknya.

Kegelisahan serupa juga dihadapi oleh orang tua Fear. “Menakutkan sekali saat melihat anak Anda menghabiskan hidupnya untuk bermain game,” ucap ibu Clinton Loomis dalam film Free to Play. Lalu, apa gunanya menghabiskan waktu sepanjang hari untuk bermain gim dan tidak belajar?

Pengalaman pedih lainnya juga terjadi pada Dendi, pro player DOTA 2 terbaik di dunia. Beruntungnya keluarganya lebih terbuka tentang pilihannya sebagai pro player untuk karir profesionalnya.

Game bagi Dendi merupakan hal yang sangat personal. Ia kehilangan ayah di usianya yang belia, untuk mengatasi kesedihannya, video gim adalah sarana pelarian terbaik untuknya.

Dari gim ia mendapatkan semangat hidup. Setidaknya ia menjadi tidak kembali mengingat ayah dan kondisi keluarganya yang berantakan.

Pro scene The International merupakan pilihan terbaik untuknya untuk mencapai kehidupan yang baik. Tidak hanya bagi Dendi, bagi Hyhy dan Fear, The International merupakan jalan pembuktian kepada orang-orang yang tidak mendukungnya

Review Free to PlayMembuat Kita Berpikir Ulang

free to play
Arena turnamen The Internasional/store.steampowered.com.

Sejauh ini, film dokumenter Free to Play dibuat dengan baik. Dari film ini kita dapat melihat bagaimana esports dapat tumbuh. Sangat emosional saat melihat para pro player dapat memenangkan pertandingan, juga membuktikan pendirian mereka menjadi seorang pro player bukan pilihan yang buruk dan salah.

Free to Play tidak hanya menyuguhkan perjalanan karir yang fantastis. Kita dapat mendapatkan kisah yang lebih personal dan dalam. Sulit untuk meniti karir menjadi pemain profesional.

Dendi, Hyhy, dan Fear mengorbankan banyak hal di hidup mereka untuk mencapai posisi tersebut. Kegagalan bisa menyertai mereka, dan jika terjadi, risiko itu mau tidak mau harus mereka tanggung bersama beban lainnya.

Mengingat film ini dibuat oleh perusahaan gim, ada baiknya jika kita perlu mendedah ulang tentang keinginan kita: Menjadi pro player sangat sulit dan mereka tidak membuang-buang waktu. Lalu, bagaimana dengan keinginan untuk menjadi pro player sejalan dengan usaha keras kita?

Meniti karier di kancah esports penuh tekanan, selain itu memiliki risiko yang tinggi. Meski nantinya ada buah manis yang akan dipetik jika sukses.

Pastinya, Free to Play adalah film dokumenter yang hangat dan manis di akhir. Melihat kemenangan tim membuat perasaan haru membuncah.

Film ini dapat mengaduk-aduk emosi. Mulai dari perasaan bangga, sedih, dan haru. Jika kamu mudah menangis, siapkan tisu sebelum menonton film ini.

Film ini cocok ditonton untuk mengisi kegalauan hati jika kalian terombang-ambing atas pilihan. Setidaknya, kita dapat berpikir ulang untuk benar-benar memantapkan hati untuk memilih mimpi.

Tidak hanya dari segi pengambilan point of view untuk film, sinematografi dari film ini dapat dibilang keren. Daya tarik visual yang jernih dengan pengambilan gambar yang deep juga menjadi poin plus.

Bagaimana pendapat kalian soal film dokumenter Free to Play? Bagi yang sudah nonton, bagikan pengalaman menonton di kolom komentar, ya. Bagi yang tertarik menonton filmnya, Free to Play juga dapat diakses secara gratis di YouTube.

banner iklan esportsnesia